SPOTSATU.COM

Informasi Mencerahkan

Toga Wisuda di Atas Bak Mobil Terbuka, Potret Ironi Perayaan Pendidikan

PALOPO, SPOTSATU.COM – Toga adalah simbol akademik yang penuh makna. Ia bukan sekadar pakaian, melainkan representasi dari proses panjang perjuangan intelektual seorang mahasiswa. Namun, muncul pemandangan yang cukup ironis, deretan toga wisuda diangkut menggunakan mobil bak terbuka, terpapar debu dan panas matahari.

Di satu sisi, kita bisa memaklumi bahwa dalam kondisi tertentu seperti keterbatasan fasilitas kampus atau jasa pengiriman pengangkutan toga secara massal memang menjadi pilihan logis dan efisien.

Namun di sisi lain, cara pengangkutan ini memunculkan pertanyaan, apakah kita sudah benar-benar memahami nilai simbolik dari atribut akademik itu?

Ketika toga dibawa seperti barang logistik biasa, makna sakralnya menjadi kabur. Ia terlihat seperti benda umum yang bisa diperlakukan tanpa kehormatan, padahal seharusnya setiap helai toga membawa cerita perjuangan, nilai, dan martabat akademik. Apalagi jika pengangkutan itu dilakukan secara terbuka dan sembarangan, seolah toga tak lebih dari kostum panggung.

Pemandangan toga di atas bak mobil terbuka mestinya menjadi refleksi. Kampus, penyedia fasilitas toga, maupun mahasiswa perlu bersama-sama menempatkan simbol akademik ini dalam posisi yang pantas. Sebab dari cara kita memperlakukan simbol, tercermin pula cara kita menghargai ilmu.

Toga bukan hanya pakaian seragam seremonial. Ia adalah simbol dari ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dengan susah payah, simbol dari transformasi seorang individu dari pencari ilmu menjadi penyandang tanggung jawab sosial dan intelektual.

Lekuk lipatannya menyimpan makna keanggunan, kerendahan hati, dan kesiapan untuk mengabdi. Setiap elemen toga warna, tali, hingga topi persegi memiliki makna filosofis yang telah diwariskan sejak tradisi akademik Eropa abad pertengahan.

Memperlakukan toga seperti barang biasa yang bisa dilempar dan ditumpuk di atas bak mobil terbuka sama saja dengan meremehkan makna ilmu yang terkandung di dalamnya. Padahal ilmu adalah cahaya dan toga adalah simbol bahwa seseorang telah berjalan dalam cahaya itu.

Ketika simbol itu diperlakukan tanpa kehormatan, itu seolah menandakan bahwa ilmu pun tak lagi dijunjung tinggi. Bukankah itu tamparan bagi dunia akademik itu sendiri?

Dalam hal ini, kampus memegang tanggung jawab besar. Kampus bukan sekadar tempat mengajar, tapi juga institusi penjaga nilai dan simbol pendidikan. Ketika kampus membiarkan atau bahkan ikut menyelenggarakan distribusi toga dengan cara yang asal-asalan dan tidak manusiawi, itu menjadi pertanda lunturnya kesadaran akan pentingnya simbolisme dalam pendidikan tinggi. Kampus tidak hanya abai terhadap estetika, tetapi juga terhadap martabat ilmu yang seharusnya dijunjung tinggi.

Sudah sepatutnya kampus introspeksi. Jika hal sesederhana pengelolaan toga saja tidak dikelola dengan rasa hormat, bagaimana publik bisa berharap kampus mampu menjaga nilai-nilai akademik yang lebih substansial?

Kampus harus memberi contoh, bahwa dalam dunia pendidikan, setiap simbol punya makna. Menghormati toga berarti menghormati proses belajar, dan itu adalah pondasi dari integritas pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini