SPOTSATU.COM

Informasi Mencerahkan

Kinerja KPM Cacat: Pemilihan Berantakan, Integritas di Ujung Tanduk

PALOPO SPOTSATU.COM – Proses pemilihan yang semestinya menjadi ajang pembuktian integritas dan profesionalisme Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) IAIN Palopo, justru berubah menjadi tontonan memalukan yang mencoreng wajah demokrasi kampus. Kegiatan yang diharapkan berlangsung secara bersih, adil, dan transparan justru dipenuhi kekacauan, kelalaian, serta dugaan ketidaknetralan.

Sejak awal, kelemahan KPM terlihat jelas dalam komunikasi internal maupun eksternal. Respon yang lamban, minimnya informasi, dan buruknya koordinasi di grup resmi menunjukkan ketidaksiapan panitia dalam mengelola proses pemilihan. Sikap acuh terhadap pertanyaan peserta hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap kinerja mereka.

Ketiadaan aturan teknis yang jelas menjadi bukti kelalaian fatal. Pemilihan berjalan tanpa arah, bagaikan sandiwara tanpa naskah. Prinsip transparansi dan keadilan yang seharusnya menjadi pijakan utama justru diabaikan, memperkuat anggapan bahwa pelaksanaan pemilu kali ini jauh dari standar ideal.

Lebih serius lagi, muncul dugaan ketidaknetralan dari salah satu anggota KPM. Hal ini menciptakan preseden buruk yang merusak citra lembaga dan mengoyak kepercayaan mahasiswa terhadap proses demokrasi di kampus. Dugaan ini tidak bisa dianggap enteng, karena menyentuh akar dari integritas penyelenggara.

Dari sisi teknis, KPM juga menunjukkan ketidakkonsistenan yang merugikan peserta. Keterlambatan pengumuman jadwal dan lokasi pemungutan suara menimbulkan kebingungan.

Bahkan, terdapat tujuh mahasiswa yang tidak memperoleh kartu suara, sehingga kehilangan hak dasarnya sebagai pemilih. Nama-nama tersebut adalah Nurhasma, Nurlaela, Nurjannah, Jihan Nazila, Zahira, Nuralifah, dan Amilda.

Lebih parah lagi, terdapat ketidaksesuaian data yang mencolok pada hasil perhitungan suara DEMA FTIK. DPT yang ditetapkan KPM sebelumnya adalah 427, sementara jumlah suara sah dan tidak sah mencapai 470 melebihi jumlah pemilih resmi sebanyak 43 suara. Suara-suara “tambahan” tersebut sebagian bahkan ditemukan dalam kotak suara milik pemilihan lain, namun tetap dihitung dalam rekapitulasi.

Temuan ini menimbulkan pertanyaan besar: dari mana datangnya suara-suara tersebut? Apakah ini murni kelalaian teknis, atau justru ada indikasi manipulasi yang lebih serius?

Kegagalan demi kegagalan yang terjadi tidak bisa lagi dianggap sebagai kesalahan prosedural semata. Ini adalah bentuk nyata dari pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi kampus.

Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap KPM, demi memastikan bahwa integritas pemilihan mahasiswa di masa mendatang tidak lagi dikorbankan oleh ketidakbecusan segelintir pihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini